Sabtu, 26 September 2015

Sepucuk Do"a untuk Kekasih

#fiksi
Oleh : Ah Burhanudin
"Ambilkan sapu tangan itu, Nak!" sambil menunjuk sapu tangan diatas meja, menetes air mata perempuan tua itu tanpa bisa terbendung.
"sebentar, Bu" jawab Sang anak sembari mengambilkan sapu tangan yang warnanya sudah mulai usang tergerus usia.
"Sabarlah, Bu!. Semua ini sudah ditentukan oleh Alloh, yakinlah bahwa taqdir ini adalah yang terbaik bagi kita" Perlahan diusaplah air mata ibu tua itu.
Alkisah dua hari kemarin, Aisah seorang perempuan buta yang telah berusia 55 tahun ini tersentak kaget, bak disambar petir pada siang bolong mendengar kabar dari siaran televisi hitam putih di sudut rumah kecilnya.
Reporter tv itu menyiarkan dengan sangat meyakinkan bahwa rombongan ibadah Haji dari Indonesia ada yang tertimpa musibah di terowongan Mina. Tak ayal kabar pedih itu pun mengganggu ketenangan hati Sang nenek Aisah, Ditemani anak perempuannya yang bernama Zaenab, dua hari ini mereka mencari kabar tentang keadaan Sahid (ayah Zaenab) yang sedang menunaikan ibadah haji.
Hampir seminggu mereka sibuk pulang pergi ke kantor Haji menanyakan kabar Sahid, tapi jawaban yang diberikan petugas kantor ini, belum bisa mengobati kegundahan hati Sang ibu.
***
Sahid seorang yang sedari kecil sudah berniat untuk berhaji ini, memang bukanlah orang yang diberi keluasan dalam bidang rezeki oleh Alloh, bahkan sampai usianya yang menginjak enam puluh tahun saat ini pun tidak bisa menggunakan alat komunikasi yang disebut Handphone. Dan mungkin inilah salah satu penyebab sulit mengetahui kabar berita keberadaanya.
Pria yang mempunyai tinggi 170 cm yang tiap hari bekerja sebagai petani ini, terkenal sebagai orang yang mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan ibadah haji bahkan, dalam urusan membangun rumah tempat tinggal yang saat ini masih bertembok bambu tidak begitu dipikirkannya, yang terpenting rumah ini bisa ditinggali dan yang paling utama dapat menabung untuk berangkat haji bahkan, sering terdengar dalam tidur lelaki tua ini terucap kalimat "labaik.. la syarikala kala baik.. innal hamda wan ni"mata laka wal mulk".
Karena inilah sangat sulit menghilangkan perasaan campur aduk dalam hati istri sahid. Sesuatu yang dicita-citakan sedari kecil malah menjadi jalan bencana baginya.
"Kalau tahu akan begini, lebih baik Kau tidak pergi berhaji saja, Bang" gumam Aisah dalam kegundahan hati dan ketidakpastian.
"Istighfar.. sadar.! sadar Bu! ibadah Haji itu bukan kehendak manusia, itu adalah panggilan Alloh, Bu!" Racauan ibunda langsung disahut Zaenab dengan bernada agak tinggi.
"Astagfirulloh hal adzim..." terlantun kalimat lirih diiringi linangan air mata dari kedua mata yang sembab karena telah digunakan menangis sepanjang malam tadi.
Menangislah kedua insan ini di depan Kantor Urusan Haji, tanpa berlama-lama dituntunlah ibunda keluar ke pinggir jalan raya untuk mencari angkot pulang.
***
Ucapan bela sungkawa dan pesan untuk bersabar yang diterima dari teman dan sanak keluarga semakin menambah kesedihan dalam hati ibu Zaenab, tetapi dalam kesendirian malamnya ia yakin dan selalu melantunkan do"a untuk kepulangan lelaki tercinta.
Dua minggu berlalu sejak berita musibah itu, kehidupan keluarga Aisah penuh isak tangis, makan terasa hambar tidur pun terasa tak nyenyak.
"Assalamualaikum" dalam wirid maghrib terdengar sayup-sayup suara laki-laki di depan rumah.
"Waalaikum salam, sebentar..." bergegas Aisah mencopot mukena yang dikenakan, meninggalkan ibunya dalam kamar menuju pintu depan.
Sebelum membuka pintu, perlahan dilihatlah sosok lelaki di depan rumah dari sela-sela tembok bambu, seakan mengenali siapa sosok tamu berbadan tinggi dan kurus yang mengucap salam, ahirnya dengan tanpa ragu pintu rumah dibuka.
"Ya Alloh, Bapak!" Teriak Zaenab memecah kesunyian senja.
Tetiba tangis rindu dan bahagia melelehkan air mata gadis berparas ayu ini, terpana menatap rindu lelaki tua yang biasa dipanggil dengan sebutan bapak telah berada di depan matanya.
Zaenab pun mendengar ucapan Putri mata wayang, tertegun sebentar dalam lautan rasa syukur, diiringi lelehan mutiara yang tidak dapat dibendung dari kedua mata yang sudah lelah melihat kehidupan, bahagia dan haru bergejolak dalam dada.
"Malu hamba padamu, Ya Alloh.. Belum lupa kemarin hamba menghardik dan tidak percaya pada Panggilan Mu kepada kekasih duniaku,"bibir Aisah berucap penuh penyesalan.
Tanpa sadar, disela-sela penyesalan dan pujian dari bibir penuh tasbih dan tahmid itu, tiada satu telinga mahluk pun yang mendengar, berulang kali dalam lubuk hati Aisah berucap "terima kasih, Ya Alloh.. terima kasih, Ya Alloh.."
End
Kediri, 250915